Karena bagaimanapun apa yang dia ucapkan adalah bukti nyata dan kebenaran.
"Aku bener-bener sakit hati banget, karena aku hanya memihak kebenaran, apa yang benar menurut aku dan sesuai fakta yang aku jalanin.
Tapi orang-orang mandangnya cuma itu," kata Abel.
Dengan banyaknya tekanan dari keluarga dan hidup sendiri di kota Yogyakarta, membuat Abel putus asa.
"Jadi waktu itu aku di Jogja enggak ada siapa-siapa, bener-bener aku sendiri," tutur Abel.
"Aku enggak tahu harus curhat ke siapa, shalat pun juga jadi enggak tenang karena banyak pikiran," sambungnya.
Setelah usaha mengakhiri hidupnya di kosan tak berhasil, dua hari kemudian Abel baru mengaktifkan handphone.
Dari situ Abel menyadari, meskipun keluarganya tidak peduli, ternyata masih banyak orang-orang di luar sana yang tak mengenalnya, yang peduli padanya.
"Aku matiin handphone 2-3 hari, setelah aku hidupin lagi, banyak banget notif-notif yang mengkhawatirkan aku," ucapnya.
"Ternyata masih banyak orang yang sayang sama aku, mereka support aku, tetap ngasih energi positif ke aku.
Aku merasa orang asing itu lebih memberikan energi bagus ke aku ketimbang keluarga aku sendiri," tutupnya.