"Tapi apapun saya bersyukur meski rumah roboh hanya kaki yang luka sedang bagian tubuh lain termasuk cucu saya tidak apa-apa," katanya menceritkan tragedi yang datang di senja hari tersebut.
Selain itu karena letak rumahnya di atas bukit sehingga tudak terdampak tsunami, justru para tetangganya yang lokasi rumahnya ada di tepi pantai mengungsi membuat tenda di sekitar rumahnya.
Dalam keadaan tak berdaya dan penuh kepanikan keesokan harinya baru dibawa Nina anaknya ke RSUD Donggala.
Tetapi dokter setempat tidak bisa berbuat banyak.
Selain tidak ada dokter ahli bedah tulang alat rontgen untuk melihat keadaan tulang tidak bisa digunakan karena saat itu semua aliran listrik padam.
Baca Juga : Gempa Donggala, RSTKA Kapal Pertama yang Sandar di Lokasi Bencana
"Akhirnya oleh dokter umum sementara di gips saja dulu agar struktur tulangnya kalau memang bermasalah tidak makin parah," kata Nina yang kebetulan seorang perawat.
Setelah suasana kembali pulih baru kaki Marta bisa di foto rontgen.
Dari sana terlihat di balik lukanya tersebut ternyata tulang telapak kakinya patah.
Karena RSUD Donggala kamar operasinya belum siap digunakan sehingga dialihkan ke atas kapal RSTKA.
Beruntung, operasi di atas kapal RSTKA berjalan lancar.
"Yang membuat ibu saya senang, setelah di pen, tulangnya kakinya tidak perlu di gips lagi sehingga lebih nyaman dan leluasa bergerak," kata Nina.
Kini kondisinya berangsur membaik
PATAH DI PANGKAL PAHA
Yang lebih parah adalah Pasien Rauzan Fikri (15) pelajar SMKN 1 Banawa, Donggala kelas 1 rersebut mengalami patah tulang pada pangkal paha.
Anak ketujuh dari sembilan bersaudara pasangan Mursalim dan Rosinah tersebut menceritakan bahwa saat kejadian dirinya bersama pengurus OSIS sedang berada di sekolah untuk persiapan keesokan hari mengikuti acara Palu Nomoni di Pantai Talise, Palu.
Namun remaja bertubuh kecil berkulit gelap itu terkejut sekaligus panik tiba-tiba lantai ruang kepala sekolah itu mendadak berguncang keras.