Menurut Dedi, masyarakat tak boleh menyamakan kedaluwarsa gas air mata dengan kedaluwarsa bahan makanan.
Kedua hal tersebut berbeda satu sama lainnya.
"Di dalam gas air mata memang ada kedaluwarsa atau expired-nya. Rekan-rekan harus beda membedakan, ini kimia beda dengan makanan."
"Kalau makanan ketika kedaluwarsa ada jamur ada bakteri yang bisa mengganggu kesehatan," kata Dedi.
Dedi justru mengatakan gas air mata yang kedaluwarsa, efektivitas partikel kimia di dalamnya berkurang.
"Kebalikannya dengan zat kimia atau gas air mata ini, ketika dia expired justru kadar kimianya berkurang."
"Sama dengan efektivitas gas air mata ini, ketika ditembakan dia tidak bisa lebih efektif lagi," ungkapnya.
Dengan kata lain, zat kimia dalam gas air mata semakin menurun seiring bertambahnya masa kedaluwarsanya.
"Jadi kalau sudah expired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun," jelasnya.
Adapun dugaan gas air mata kedaluwarsa itu berawal dari investigasi independen sementara yang dilakukan Lokataru bersama dengan sejumlah elemen sipil, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Mengutip Kompas.com, Direktur Lokataru, Haris Azhar mencurigai bahwa gas air mata yang digunakan itu kedaluwarsa.
Baca Juga: Buntut Tragedi Kanjuruhan, Valentino Jebret Mundur Sebagai Host dan Komentator Liga 1
Source | : | Kompas.com,tribunnews,Twitter |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Silmi |